Adsense Indonesia

Monday, January 4, 2010

SHOLATUL ‘IDAIN

Zul Fahmi, September 2008






Ied diambil dari kata “al-aud” yang artinya adalah kembali atau berulang, karena berulangnya (kembalinya) ibadah sholat ied setiap tahun. Atau karena Allah mengembalikan ibadah tersebut setiap tahun dengan kebahagiaan. Ada sebagian ulama’ menyebutkan bahwa Idul Adha disebut  dengan Idul Akbar sedangkan Idul Fithri disebut dengan Idul Ashghor. Ibnul A'rabi mengatatakan: Dinamakan dengan Ied karena ia kembali setiap setiap tahun dengan kebahagiaan yang baru pula. Sedangkan Al fithru artinya makan / berbuka. atau bermakna pembatal pusa, Secara Istilah, Iedul fitri adalah kembali kepada makan dan minum setelah berpuasa. Sholat ied pertama kali dilaksanakan adalah sholat iedul fithri pada tahun kedua setelah hijrah  demikian pula idul adha dilaksanakan pada tahun tahun yang sama.
Sholat Ied baik Idul Adha maupun Idul Fithri, adalah salah satu syiar yang sangat penting dalam Islam. Maka pada hari itu seluruh kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan untuk keluar rumah menuju masjid atau musholla untuk menunaikan sholat tersebut. Bahkan para wanita yang sedang haidh dan para gadis pingitan, tetap dianjurkan untuk ikut keluar rumah menuju tempat sholat walaupun tidak ikut melaksanakan sholat
Sebuah hadits menyebutkan,
“ Telah memerintakan kepada kami Nabi SAW agar kita keluar di dalam dua hari raya ied, orang-orang yang merdeka, perempuan-perempuan yang dipingit, dan perintahkan kepada wanita-wanita haidh untuk menyingkir dari tempat sholat kaum muslimin. ”  (Diriwayatkan Muslim)
 Hukum Sholat Hari Raya



Sholat hari raya Idul Fithri dan hari raya Idul Adha, sebagaimana qoul Imam Nawawi dan juga   fuqoha’di kalangan madzhab Syaf’I hukumnya adalah sunah. Atau yang lain mengatakan sunah mu’akkadah. Sunah mu’akkadah adalah sunah yang sangat dianjurkan, atau sunah yang hampir diwajibkan. Sebagian ulama’ mengatakan sunah mu’akkadah adalah sunah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan bahwa sholat Ied adalah sholat yang tidak diwajibkan (Sunah) karena di dalamnya tidak di syari’atkan adzan dan iqomah sebagaimana sholat Dhuha dan sholat sunah yang lainya. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tholhah Bin Ubaidillah berbunyi,
 “ Sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, ia bertanya kepadanya tentang Islam. Bersabda Rasulullah, Yaitu sholat lima waktu yang telah ditetapkan oleh Allah atas para hambanya. Maka laki-laki itu bertanya lagi : Apakah ada bagiku yang lainya? Rasul menjawab, Tidak kecuali yang sunah. ”  (HR. Bukhori dan Muslim)

Waktu Sholat Ied
Waktu sholat Hari Raya adalah dari terbitnya matahari sampai dengan zawalnya (condongnya) matahari. Dan sudah dianggap cukup apabila yang terbit itu hanyalah sebagianya saja, tidak keseluruhanya. Tetapi, disunahkan melaksanakan sholat hari raya baik Idul Fithri maupun Idul Adha ketika matahari sudah naik seukuran tombak atau lembing. Mengenai batas waktu ini hampir seluruh ulama’ dan madzab fikih bersepakat
 Namun Imam As-Subky berpendapat sebagaimana yang dikutip syaikh Asy-Syarbini dalam kitabnya, bahwa sholat Ied yang dilaksanakan sebelum matahari naik seukuran tombak, hukumnya makruh walaupun tergolong makruh tanziih.
Dan disunahkan pula, mengakhirkan sholat hari raya idul fithri dan menyegerakan sholat hari raya idul adha. Sholat idul fithri di akhirkan bertujuan untuk memberi peluang kaum muslimin mengeluarkan zakat fithri, sedangkan sholat idul adha disegerakan untuk memberi peluang kaum muslimin untuk segera menyembelih hewan qurban.

Tempat Sholat Ied
Ada perbedaan pendapat di kalangan para Ulama’, manakah tempat yang lebih utama untuk menunaikan sholat Ied apakah di masjid, ataukah di musholla (tanah lapang). Pendapat yang pertama mengatakan, bahwa tanah lapang lebih utama digunakan untuk menunaikan sholat Ied, kecuali karena ada udzur tertentu seperti adanya hujan. Dan kalau hujan maka sholat  lebih afdhol dilaksanakan di masjid. Hal ini karena adanya beberapa riwayat yang mengatakan bahwa Nabi melaksanakanya di musholla dan meninggalkan masjidnya.
“ Dari Abu Said Al-Khudry radhiyallahu’anhu berkata, ‘Adalah Rasulullah SAW keluar pada hari Idul Fithri dan Idul Adha menuju musholla. Dan sesuatu hal yang dimulai pertama kali denganya adalah sholat.”  (HR. Bukhori dan Muslim)

Berkata Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, “Disunahkan melaksanakan sholat Ied di musholla. Memerintahkan seperti itu Ali radhiyallahu’anhu, dan menganggap lebih baik Al-Auza’I dan juga As-Habur Ro’yi” Beliau menambahkan, “Sesungguhnya Nabi SAW keluar menuju musholla dan meninggalkan masjidnya dan begitu pula para khalifah sesudahnya. Dan tidak pernah dinukil dari Nabi SAW bahwa beliau melaksanakan sholat Ied di masjidnya kecuali karena ada udzur. Dan sesungguhnya menjadi kesepakatan kaum muslimin bahwa mereka di setiap tempat dan zaman selalu keluar melaksanakan sholat Ied di musholla baik dalam keadaan luas maupun sempit masjidnya, Dan Nabi SAW sholat di musholla walaupun sangat mulya masjidnya, dan beliau menjadikan sholat sunah yang lain lebih afdhol di rumahnya daripada di masjidnya.” 

Demikianlah dalil dan pendapat ulama’ mengenai lebih utamanya musholla atau tanah lapang daripada masjid sebagai tempat menunaikan sholat Ied. Namun juga banyak pendapat para ulama’ yang mengatakan bahwa masjid lebih utama digunakan untuk melaksanakan sholat Ied. Hal itu karena kebersihan dan kemulyaanya  daripada musholla (tanah lapang). Pendapat ini khususnya banyak dikemukakan oleh para ulama’ madzhab Syafi’i.

Syaikh Khatib Asy-Syirbini mengatakan, “Mengerjakan sholat Ied di masjid yang luas seperti Masjidil Haram,  itu lebih utama karena kemulyaan masjid dibandingkan tempat yang lainya. Dan adapun masjidil haram itu lebih afdhol karena ketentuan untuk mengikuti para sahabat dan orang-orang sesudahnya. Maknanya di dalam masjidil haram tersebut, tempatnya adalah mulya dan bisa menyaksikan ka’bah”. Sementara itu Imam Nawawi berkata dalam Al-Majmu’, “Jika masjid itu besar atau luas, maka  sholat di masjid lebih utama daripada di Musholla. Dan sesungguhnya para Imam yang ada di Mekkah senantiasa menunaikan sholat Ied di masjid, karena masjid itu lebih mulya dan lebih bersih”.

Syaikh Ali Ash-Sho’idi Al-Maliki dalam kitabnya mengatakan, “Diriwayatkan dari Imam Malik bahwa sesungguhnya ahli Mekkah selalu sholat Ied di Masjid Al-Haram untuk bisa menghadap Ka’bah….”  Imam Nawawi juga berkata dalam  Al-Majmu’, “Dan sesungguhnya para Imam yang ada di Mekkah senantiasa menunaikan sholat Ied di masjid, karena masjid itu lebih mulya dan lebih bersih”.

Sunah-sunah Dan Ketentuan Dalam Sholat Ied

1.      Mandi, memakai wewangian, dan berpakaian bagus.

Dan pula Urwah bin Zubair berkata, bahwa telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu,

“ Dari Hasan bin Ali “Rasulullah menyuruh kami pada hari raya supaya memakai pakaian yang paling baik yang ada pada kami, dan memakai wangi-wangian paling baik yang ada pada kami, dan berqurban dengan binatang segemuk-gemuknya yang ada pada kami”.  (Riwayat Hakim dan Ibnu Hibban)

2.      Disunahkan makan sebelum berangkat ke tempat sholat pada Hari Raya Idul Fthri, dan disunahkan tidak makan pada Hari Raya Idul Adha.

“ Adalah Nabi SAW tidak keluar pada hari raya idul fithri kecuali ia makan terlebih dulu, dan tidak makan pada hari raya idul adha kecuali ia sholat lebih dahulu.”  (Riwayat Tirmidzi)

3.      Berangkat ke tempat sholat melalui satu jalan dan kembali melalui jalan yang berbeda.

 “   Sesungguhnya Rasulullah SAW berjalan (menuju musholla) pada hari raya ied melewati satu jalan kemudian kembali mengambil jalan yang lain”.  (Hadits Riwayat Abu Daud)

4.      Bertakbir

Disunahkan takbir pada dua hari raya di luar shalat. Pada hari Raya Fithri waktunya dari terbenamnya matahari, malam hari sampai sholat dilaksanakan. Takbir bisa dilakukan di berbagai tempat, baik di pasar-pasar, di perjalanan, masjid, siang atau malam bagi orang mukim atau orang yang ada dalam perjalanan. Adapun pada hari Raya Haji disunahkan takbir sesudah sholat fardhu yang lima, dan waktunya mulai dari terbenamnya matahari pada malam hari raya sampai sesudah sholat Ashar tanggal 13 Zulhijah atau penghabisan hari tasyriq. Takbir yang pertama di atas tadi oleh ahli fikih dinamakan tabir mutlak sedangkan takbir yang ini dinamakan takbir muqoyyad. Firman Allah Ta’ala,

“ Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah  (bertakbir)  atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.  (Al-Baqoroh : 185) “Dan berdzikirlah kepada Allah dalam beberapa hari yang berbilang”.  (QS. Al- Baqoroh : 203)

 Dalam tafsir Ath-thobari disebutkan, maksud berdzikir dalam ayat ini adalah mengagungkan Allah dengan bertakbir. Menurut Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu bahwa yang dimaksud dengan hari yang berbilang tersebut adalah hari Tasyriq. Sedangkan shigot atau lafadz yang disunahkan adalah,

اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

“ Allah Maha Besar, Allah Mah Besar, Allah Maha Besar, tidak ada Tuhan kecuali Allah, Allah Maha Besar, dan bagi Allahlah segala puji.

5.      Tahni’ah (Ucapan atau do’a pada hari raya)

Sebuah hadist dari Jubair bin Naufil, dimana ia berkata :
"  Apabila para sahabat Rasulullah saw bertemu pada hari raya, maka mereka saling mengucapkan : Taqaballallahu minna wa minkum."  (Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, isnad hadist ini berstatus hasan).

6.      Di sunahkan berjalan kaki menuju tempat sholat.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Ibnu Umar, Abu Rofi’, Sa’ad Al-Qordhi radhiyallahu’anhum

“ Sesungguhnya Rasululah SAW. Keluar menuju tempat sholat Ied dengan berjalan, dan kembali dengan berjalan pula”.  (Riwayat Ibnu Majah)

7.     Takbir tujuh kali sesudah membaca do’a iftitah dan sebelum membaca ta’awwudz pada rakaat pertama, dan pada rakaat kedua lima kali takbir sebelum membaca Al-fatihah selain dari takbir berdiri.

 “   Sesungguhnya Nabi SAW takbir pada dua sholat ied yang pertama tujuh kali sebelum membaca (ta’awwudz) dan lima kali sebelum membaca (Al-fatihah)”.  (Riwayat Tirmidzi)

8.      Membaca tasbih di antara tiap-tiap takbir

سبحان الله والحمدلله ولااله الا الله والله أكبر.

“    Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan yang haq disembah kecuali Allah, dan Allah Maha Besar”.

9.      Membaca surat Qof sesudah Fatihah pada rakaat pertama, dan membaca surat Al-Qomar pada rakaat kedua. Atau membaca surat Al-A’la pada rakaat pertama dan membaca surat Al-Ghasyiah pada rakaat kedua.

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori menyebutkan,

 “   Sesungguhnya Umar pernah bertanya kepada Abu Wakid Al-Laitsi mengenai apa yang dibaca oleh Rasulullah SAW  sholat hari raya idul adha dan hari raya idul fithri, maka menjawab Abu Wakid, bahwa beliau Rasulullah membaca  Qoofِ dan  Waqtarobas saa’ah… Wangsyaqqol qomar….”  (Hadits Riwayat muslim)

10.  Dalam khutbah hari raya idul fithri hendaklah diterangkan tentang persoalan puasa, zakat fithri. Sedangkan pada khutbah hari raya idul adha hendaklah diterangkan tentang persoalan ibadah haji dan penyembelihan kurban.

11.  Tidak disunahkan adzan dan iqomah.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الْعِيدَ بِلَا أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ

“ Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, sesungguhnya Rasulullah SAW. Sholat pada hari Raya Ied tanpa adzan dan iqomat. ” (Hadits Riwayat Abu Dawud)

14. Tidak ada sholat sunah sebelum dan sesudahnya

 “ Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, seusngguhnya Rasulullah SAW. Keluar pada hari raya Idul Adha dan hari Raya Idul Fithri kemudian sholat dua roka’at dan tidak sholat sunah sebelum dan sesudahnya. ” (Hadits Riwayat Muslim)

 

Maroji’

·         “Mughnil Muhtaj”, Syaikh Khatib Asy-Syirbini.

·         “Al-Majmu’” Syrh Al-Muhadzab, Imam Nawawi.

·         “Al-Mughni” Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi.

·         “Nida’u Ar-Royan fil fiqhis Shoum”, Dr. Sayyid Bin Husain Al-Affani.




Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 comments: on "SHOLATUL ‘IDAIN"

Post a Comment