Adsense Indonesia

Monday, January 4, 2010

Makna Sebuah Bencana

Zul Fahmi, Agustus 2009


Awal Suatu Bencana

Kelestarian jasad manusia dan makhluq lainya, tergantung dari masih atau tidaknya persemayaman ruh dalam tubuhnya. Ketika ruh meninggalkan jasadnya, maka rusaklah jasad tersebut. Ia akan kaku, membusuk dan hancur terurai menjadi tanah sebagaimana asalnya. Namun selama ruh masih ada di dalamnya, maka jasad tersebut akan tetap sehat, lestari dan tak kurang suatu apa. Imam Abu Hamid Al-Ghozali dalam kitabnya, “Mi’rajus Saalikin” mengatakan bahwa ruh
bersemayam dan menyeruak disetiap aliran darah manusia. Ia laksana cahaya yang mampu menembus setiap celah ruangan untuk menebar sinarnya, dan membangkitkan kehidupan di dalamnya. Maka, setiap manusia yang tengah menjelang ajalnya, akan merambat hawa dingin dari ujung kaki ke atas hingga ubun-ubunya, kemudian sempurnalah proses kematiannya.



Manusia adalah personifikasi mikro dari eksistensi kehidupan bumi ini bersama seluruh makhluq yang menghuninya. Artinya bumi dan alam ini tegak dan lestari dengan segenap keteraturanya, disebabkan oleh ruh yang bersemayam di dalamnya pula. Dan seandainya ruh ini keluar meninggalkanya, maka bumi ini akan hancur sedikit demi sedikit hingga masa penghabisanya. Lantas apakah ruh yang menjadi sebab lestarinya bumi itu?
Ruh yang menjadi sebab lestarinya bumi, menopang kekokohanya dengan segala fenomena dan tata kehidupanya, adalah dien yang telah dibawa oleh para Nabi dan Rasul sejak zaman Nabi Adam as, dan terus disempurnakan hingga Nabi besar Muhammad SAW. Maka, selama penduduk bumi ini masih mau memegang teguh ajaran agamanya, maka bumi ini akan tetap abadi berjalan dengan keteraturanya. Dan ketika tak ada satu pun penduduk bumi ini yang memegang dienya, semua orang sudah kufur, congkak kepada Allah SWT, berbuat semena-mena dan selalu meperturutkan nafsunya, maka saatnyalah bumi ini dihancurkan oleh Allah SWT.

Bencana yang terjadi selama ini, adalah refleksi {cerminan} dari sebuah situasi, dimana manusia telah jauh meninggalkan Agamanya, hidup bergelimang dengan kekufuran dan pengingkaran. Kekufuran dan pengingkaran tersebut telah menggeser kehidupan manusia, dari system kehidupan yang bernuansa pengabdian, setia pada norma serta menjunjung tinggi nilai susila, kepada system kehidupan syetan yang penuh dengan hura-hura, kebebasan, dan selalu berorientasi pada pemuasan nafsu yang tak akan pernah ada ujungnya. Implikasinya, sangat buruk interaksi manusia dengan lingkunganya, baik lingkungan sesama manusia maupun lingkungan alam tempat ia berteduh dan melangsungkan hidupnya.

Interaksi yang buruk itu, wujudnya adalah kedholiman, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, keserakahan dan juga buruknya pemeliharaan alam. Demi memenuhi kesenanganya, manusia melakukan pengrusakan alam, mengeksploitasinya diluar batas kewajaran, serta tidak mengimbanginya dengan rehabilitasi yang baik serta proporsional. Inilah sebenarnya akar persoalanya yang berbuntut pada banyaknya musibah dan bencana alam. Allah Ta’ala berfirman,
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut, yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Supaya Allah merasakan kepada manusia sebagian akibat dari perbuatan mereka, agar mereka kembali {QS.Ar-Rum:41}
Semua musibah dan bencana yang menimpa manusia. Adalah sebagai cobaan, atau peringatan dan hukuman dari Allah Ta’ala.


Musibah Sebagai Cobaan

Musibah sebagai cobaan, itu berlaku bagi orang-orang beriman dan beramal sholih serta mau beramar ma’ruf nahi mungkar. Musibah ini, adalah musibah yang menimpa para Nabi dan Rasul, para Auliya’, para mujahid, sholihin, dan semua orang yang mengikuti jalan hidup mereka, dan menapaki langkah perjuangan mereka. Dan sesungguhnya Allah menimpakan musibah tersebut untuk menambah kebaikan dan kenikmatan atas mereka. Allah Ta’ala berfirman.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”{QS.Al-Baqoroh : 214}
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.”{QS.Ali Imron :142}

Khabab bin al-Arst berkata, bahwa Rasululah SAW. Bersabda, “ Di antara orang-orang sebelum kalian ada yang digalikan sebuah lubang untuknya, kemudian ia dimasukkan ke dalamnya, didatangkan sebuah gergaji lalu diletakkan di atas kepalanya dan iapun dibelah menjadi dua. Ada juga yang disisir dengan sisir besi sampai mengelupas kulitnya dan dagingnya. Tetapi semua itu tidak menghalangi mereka dari dien mereka. Demi Allah, Dia akan benar-benar menganugerahkan urusan ini sampai nanti akan ada seorang pengendara yang berjalan dari San’a ke Hadramaut tidak takut kecuali kepada Allah. Dia hanya khawatir dengan adanya seekor serigala yang dapat menerkam kambingnya. Namun kalian tergesa-gesa.” {Hadits riwayat Bukhori}
Nabi SAW. Juga bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka. Barang siapa yang ridho, niscaya akan mendapatkan ridho-NYA. Dan barang siapa yang kesal dan benci niscaya ia akan mendapatkan murka-NYA.” {HR. At-Tirmidzi, As-Suyuthi menghasankanya}

Ketika orang-orang hendak memotong kaki Urwah bin Zubeir karena sakit, mereka berkata, “Sekiranya kami meminumkan sesuatu sehingga anda tidak merasakan sakitnya” Urwah menjawab, “ Sesungguhnya Allah hanyalah mengujiku untuk melihat kesabaranku. Haruskah aku menyelisihi keputusan-NYA? “


Sementara itu Umar bin Abdul Aziz berkata, “Tidaklah Allah menganugerahkan suatu nikmat kepada seorang hamba lalu Dia mencabutnya dan hamba pun bersabar atasnya, kecuali Allah akan menggantikanya dengan yang lebih baik.”

Suatu ketika Ali bin Abi Tholib mendapati ‘Adi bin Hatim sedang bersedih. Beliau bertanya, “Mengapa anda bermuram durja?” ‘Adi menjawab, “Apa tidak boleh sedangkan dua anakku baru saja terbunuh, dan mataku baru saja tercungkil? “ Ali berkata, “Wahai ‘Adi barang siapa ridho dengan ketetapan Allah maka sesungguhnya ketetapan Allah itu tetap terjadi dan dia mendapat pahala. Dan barang siapa tidak ridho dengan ketetapanya, sesungguhnya ketetapan itu tetap terjadi dan amalan orang itu pun terhapus.”

Demikianlah, musibah diberikan oleh Allah Ta’ala kepada kaum yang dicintai-NYA, untuk menguji kesabaran mereka, dan untuk memberikan pahala dan kenikmatan yang lebih banyak jika mereka mau bersabar atasnya.
Musibah Sebagai Hukuman Dan Peringatan

Musibah sebagai peringatan sekaligus hukuman, itu berlaku bagi para pendosa, ahli maksiat dan orang-orang yang melalaikan kewajibanya terhadap Allah SWT. Musibah itu diturunkan oleh Allah Ta’ala untuk memaksa mereka menyesali dosa-dosanya, dan juga menghapus {membalas} sebagian dari kesalahan-kesalahanya. Allah Ta’ala berfirman,
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut, yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Supaya Allah merasakan kepada manusia sebagian akibat dari perbuatan mereka, agar mereka kembali {QS.Ar-Rum:41}
Al-Jazaairi dalam tafsirnya mengatakan, bahwa agar kembali disini adalah kembali dari perbuatan maksiat dan memulai lagi berbuat taat. Jarir bin Abdullah Al-Bajly ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW, bersabda,

“Tidaklah salah seorang berada di dalam suatu kaum, lalu dia melakukan berbagai kemaksiatan di tengah mereka, padahal mereka mampu merubahnya namun mereka tidak merubahnya, melainkan Allah akan menimpakan adzab kepada mereka sebelum kematian mereka.” {Diriwayatkan Abu Daud, Ahmad, dan Ibnu Majah}
Abu Huroiroh radhiyallau’anhu meriwayatkan, Rasulullah SAW. Bersabda, “Ujian akan terus datang kepada seorang mu’min atau mu’minah mengenai jasadnya, hartanya, dan anaknya sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.”{Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya}

Demikianlah musibah datang kepada orang-orang yang banyak melakukan kesalahan untuk menghukum dan mengingatkan mereka di dunia, serta menghapus dosa-dosa mereka, jika sabar menjalaninya. Karena sesungguhnya Allah masih menginginkan mereka agar selamat dari adzab-NYA di neraka.
Musibah dan bencana, diturunkan oleh Allah SWT, sebagai peringatan untuk semua dan harus direnungkan bersama. Dan tidak usah menuding siapakah biang keladinya, karena toh bencana itu juga datang tanpa memilih kepada siapa harus menimpa. Maka, masing-masing harus intropeksi diri, berfikir dan berani mengakui kekhilafanya, kemudian kembali menjalani hidup sesuai dengan aturan dan norma-norma agama.
Bertobat kepada Allah Ta’ala tidak hanya berhenti pada gerakan lesan semata, namun yang paling penting bagaimana manusia merealisasikan pengakuanya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang nyata. Manusia harus menyadari bahwa mereka adalah makhluq yang kecil dan lemah, yang tidak akan pernah mampu keluar dari lingkaran taqdir dan hukuman-NYA. Manusia juga harus sadar bahwa tidak semua fenomena yang terjadi di bumi ini bisa diindera dan dianalisa dengan akalnya, dan tidak semua persoalan bisa diselesaikan dengan usaha dan keterbatasan ilmunya.

Dalam setiap musibah dan bencana, manusia harus memahami bahwa disana ada hikmah yang tak ternilai harganya. Janganlah pernah tergerak pada hatinya bahwa dengan semua ini Allah telah mencelakakan dan mendholimi manusia. Bahkan dalam hal ini sempurnalah Allah Ta’ala dalam memperlihatkan sifat rahman-NYA.
Orang yang hidup dengan kedholiman, berkubang dengan kemaksiatan, dan selalu menginjak-injak harga diri dan merampas hak-hak orang lain demi kepuasanya, maka ia harus segera bertobat kepada Allah karena ia kini sedang ditampar oleh Allah Ta’ala. Orang beriman yang sibuk dengan hartanya, keluarganya, kesenanganya dan seluruh egoisitas pribadinya, dengan meninggalkan tugasnya yang suci sebagai penyeru dan pejuang kebenaran, maka ia juga harus bertobat kepada Allah karena ia telah melempar tanggung jawabnya dan membiarkan kejahiliyahan berjalan di depan matanya. Dan saat inilah Allah telah menunjuk hidungnya.

Namun sebenarnya, orang yang harus paling berkaca dan banyak bermuhasabah atas dirinya, justru adalah orang yang selalu aman dan tak pernah tersentuh bencana. Apalagi ia banyak bermaksiat dan banyak melakukan dosa. Karena bisa jadi Allah SWT. Sangat marah kepadanya sehingga membiarkan ia tenggelam dalam kecelakaan dan kesesatanya. Allah tidak menimpakan bencana kepadanya, agar tidak terhapus dosa-dosanya dan menunda balasan dosa tersebut di akhir hayatnya atau hingga di neraka. Dia berfirman,



“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” {QS.Al-An’am :44}

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 comments: on "Makna Sebuah Bencana"

Post a Comment