Adsense Indonesia

Thursday, January 14, 2010

Ja'far Bin Abi Thalib

Oleh Zul Fahmi, 12 September 2009

(Rasulullah n bersabda: "Aku lihat Ja'far bin Abi Thalib a terbang di dalam surga seperti malaikat, terbang di dalamnya dengan sayap lebar yang berlumur darah." )


A. Nasabnya
Dia adalah Ja’far bin Abi Thalib a. Dan nama Abu Thalib adalah ‘Abdu Manaf bin ‘Abdul Muthalib bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushai Al-Qurasyi Al-Hasyimi. Ia adalah anak paman (sepupu) Rasulullah n, dan saudara kandung ‘Ali bin Abi Thalib a. Ia dijuluki dengan Abu ‘Abdullah karena anaknya bernama ‘Abdullah.

Ibunya adalah Fathimah binti Asad bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushai.
Ja’far adalah anak ketiga dari ayahnya Abu Thalib, dan Thalib adalah anaknya yang terbesar, kemudian ‘Uqail, setelah ‘Uqail adalah Ja’far dan setelah Ja’far adalah ‘Ali. Setiap seorang dari mereka lebih besar sepuluh tahun dari saudaranya. ‘Ali adalah anak yang paling muda. Ibu mereka adalah Fathimah binti Asad bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushai. Fathimah adalah Hasyimiyah pertama yang dinikahi oleh Hasyimi. Ia telah masuk Islam dan berhijrah ke Madinah. Meninggal pada masa Rasulullah n, dan Rasulullah n ikut menguburkannya.

Ja’far a telah masuk Islam pada saat Rasulullah n belum memasuki Darul (rumah) Arqam bin Abil Arqam a yang di dalamnya Rasulullah n menyerukan dakwahnya. Ia masuk Islam tidak lama setelah Islamnya saudaranya, ‘Ali bin Abi Thalib a. Diriwayatkan bahwa suatu saat Abu Thalib melihat Nabi n shalat bersama ‘Ali a, dan ‘Ali berada di samping kanan beliau, maka kemudian ia berkata kepada Ja’far a:

صل جناح ابن عمّك، و صلِّ على يساره
“Sambunglah sayap saudara sepupumu, dan shalatlah di sebelah kirinya”.
Ada yang mengatakan bahwa Ja’far a masuk Islam setelah tiga puluh satu orang masuk Islam, dan dia adalah yang ke tiga puluh dua. Maka Ja’far a, termasuk dari golongan yang pertama kali masuk Islam.

B. Keluarganya
Istrinya adalah Asma` binti ‘Umais bin An-Nu’man bin Ka’ab bin Malik bin Quhafah bin Khats’am Al-Khats’imiyah s. Lahirlah darinya di Habasyah tiga orang anaknya: ‘Abdullah, ‘Aun dan Muhammad.

C. Berhijrah ke Habasyah
Ketika Rasulullah n melihat ujian yang ditimpa oleh para sahabatnya, dan tidak adanya keamanan, sedangkan beliau tidak mampu untuk menghalangi dari musibah yang menimpa mereka, maka beliau n kepada mereka: “Seandainya kalian keluar ke negeri Habasyah, sungguh di sana terdapat seorang raja yang tidak pernah mendzalimi seorang pun dari rakyatnya, ia adalah negeri kebenaran, sehingga hal dapat menjadi jalan keluar bagi kalian atas musibah ini.”

Di Habasyah terdapat seorang raja yang adil yang bernama An-Najasyi, ia tidak pernah mendzalimi seorang pun di tempat ia berkuasa.
Maka keluarlah kaum Muslimin, para sahabat Rasulullah n, ke negeri Habasyah untuk menghindari terjadinya fitnah. Ini terjadi pada tahun Ke-lima dari kenabian, delapan tahun sebelum hijrah ke Madinah. Dan ini adalah hijrah pertama di dalam Islam dan hijrah yang pertama ke negeri Habasyah.

Sebagaimana Ja’far adalah termasuk dari golongan yang pertama kali masuk Islam, maka ia juga menjadi salah satu dari orang-orang yang berhijrah ke Habasyah. Ia berhijrah ke Habasyah bersama istrinya, Asma` binti ‘Umais bin An-Nu’man bin Ka’ab bin Malik bin Quhafah bin Khats’am Al-Khats’imiyah s. Maka lahirlah darinya di Habasyah tiga orang anaknya: ‘Abdullah, ‘Aun dan Muhammad.

Nabi n mengutus Ja’far a untuk menyampaikan surat kepada An-Najasyi.
Nabi n telah memberikan surat ini kepada sepupunya, Ja’far a untuk disampaikan kepada An-Najasyi sewaktu hijrahnya ke Habasyah, meminta agar An-Najasyi memberikan keadilan kepada orang-orang asing yang datang di negerinya dari kaum Muslimin. Yang mana mereka adalah orang-orang yang pertama kali hijrah dari kaum Muslimin ke negeri Habasyah. Nabi n juga menyeru An-Najasyi kepada Islam.

Ketika kaum Quraisy melihat para sahabat Rasulullah n telah mendapatkan keamanan dan ketentraman berada di negeri Habasyah, serta mendapatkan tempat tinggal ketenangan di sana, maka mereka mengutus dua orang yang kuat pendiriannya dari kaum Quraisy kepada raja An-Najasyi untuk memberikan fitnah kepada mereka tentang agama mereka dan mengeluarkan mereka dari tempat hijrah mereka. Kaum Quraisy mengutus ‘Abdullah bin Abi Rabi’ah dan ‘Amru bin Al-‘Ash bin Wail. Mereka mengumpulkan untuk keduanya hadiah-hadiah yang akan diberikan kepada An-Najasyi dan para Batrixnya. Mereka menyuruh keduanya untuk memberikan hadiah-hadiah tersebut kepada setiap Batrix sebelum menemui An-Najasyi untuk membicarakan tentang kaum Muslimin yang berhijrah ke negeri Habasyah. Tidak ada satu Batrixpun dari para Batrix, melainkan telah mereka beri hadiah sebelum menemui An-Najasyi. Mereka mengatakan kepada setiap batrix, “Sungguh telah datang serombongan pemuda yang bodoh yang berlindung ke negeri raja kalian ini. Mereka telah memecah belah agama kaum mereka. Tetapi mereka tidak juga masuk ke dalam agama kalian. Mereka datang dengan membawa agama baru yang tidak kami ketahui dan tidak kalian ketahui. Kami telah diutus kepada Raja untuk membahas mereka, yang mana kami adalah orang yang paling mulia diantara kaum mereka untuk membawa mereka kembali kepada kaumnya. Maka jika kami menemui Raja untuk membicarakan masalah ini, maka berikanlah petunjuk kepada Raja agar dia menyerahkan mereka kepada kami, karena sesungguhnya kaum mereka lebih mengetahui kejelekan yang mereka lakukan terhadap kaum mereka.” Maka mereka –para Batrix- mengatakan, “Ya.”
Kemudian kedua utusan Quraisy menyerahkan hadiah-hadiah kepada An-Najasyi dan diterimanya. Keduanya berkata kepada An-Najasyi, ‘Wahai paduka raja, sesungguhnya telah menyusup ke negeri paduka anak-anak muda kami yang tidak waras. Mereka meninggalkan agama kaumnya dan tidak masuk kepada agamamu. Mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri. Kami tidak mengenal agama tersebut, begitu juga paduka. Sungguh kami diutus ayah-ayah mereka, paman-paman mereka, dan keluarga besar mereka untuk membawa mereka pulang kepada kaumnya, karena kaumnya lebih paham apa yang mereka katakan, dan lebih mengerti apa yang mereka cela’.”

Tidak ada sesuatu yang paling dibenci ‘Abdullah bin Abu Rabi’ah dan ‘Amr bin Al-‘Ash bila An-Najasyi mendengar perkataan kaum Muhajirin. Para Batrix di sekeliling An-Najasyi berkata, “Keduanya berkata benar, wahai paduka raja. Kaum mereka lebih paham apa yang mereka katakan, dan lebih mengerti terhadap apa yang mereka cela. Oleh karena itu, serahkan mereka kepada kedua orang ini, agar keduanya membawa mereka pulang ke negeri dan kaum mereka’.”

An-Najasyi murka. Ia berkata, “Tidak. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua. Jika ada suatu kaum hidup berdampingan denganku, dan memilihku daripada orang selain saya, maka aku harus mengundang dan bertanya kepada mereka tentang apa yang dikatakan dua orang ini tentang mereka. Jika mereka seperti dikatakan kedua orang ini, aku serahkan mereka kepada keduanya dan aku pulangkan mereka kepada kaumnya. Namun, jika mereka tidak seperti dikatakan keduanya, aku melindungi mereka dari keduanya, dan melindungi mereka dari keduanya, dan melindungi mereka selama tinggal berdampingan denganku.”

Kemudian An-Najasyi mengutus seseorang kepada sahabat-sahabat Rasulullah n dan mengundang mereka. Ketika utusan raja An-Najasyi tiba di tempat mereka, maka mereka segera mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan tersebut, sebagian Muhajirin berkata kepada sebagian Muhajirin yang lain, “Apa yang kalian katakan kepada raja jika kalian datang kepadanya?” Mereka berkata, “Demi Allah, kami mengatakan apa yang telah kami ketahui. Apa yang diperintahkan Nabi dalam hal ini, itulah yang akan kita kerjakan.” Ketika mereka tiba di tempat An-Najasyi –yang ketika itu memanggil para uskupnya yang kemudian menebarkan mushaf-mushaf mereka di sekitar An-Najasyi. An-Najasyi bertanya kepada Muhajirin, ‘Apa sih sebenarnya yang berbeda agama kalian dengan agama kaum kalian, dan mengapa kalian tidak masuk ke dalam agamaku, serta tidak masuk ke dalam salah satu dari agama-agama yang ada?’”

Ketika itu yang menjadi pemimpin orang-orang yang berhijrah ke Habasyah adalah Ja’far bin Abi Thalib a. Maka Ja’far mewakili kaum Muslimin berkata kepadanya, “Wahai raja! Kami adalah kaum jahiliyah, kami menyembah berhala, kami memakan bangkai, kami melakukan perbuatan yang keji dan memutus tali persaudaraan, menyakiti tetangga, yang kuat di antara kami menindas yang lemah di antara kami, kami berada di atas itu semua hingga Allah l mengutus kapada kami seorang Rasul dari golongan kami, yang mana kami mengetahui nasabnya, kejujurannya, keamanatannya dan kejauhan dirinya dari hal-hal yang buruk. Ia menyeru kami kepada Allah l untuk mengesakannya, menyembahnya dan meninggalkan apa yang kami dan nenek moyang kami menyembahnya berupa batu-batu dan berhala-berhala. Ia menyuruh kami untuk berkata jujur, menyampaikan amanat, menyambung tali persaudaraan dan berbuat baik kepada tetangga, menahan diri dari hal-hal yang diharamkan dan darah, melarang kami dari perbuatan keji dan berkata dusta serta memakan harta anak yatim, menuduh perempuan baik-baik melakukan zina, dan kami diperintahkan untuk menyembah hanya kepada Allah l tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dan memerintahkan kami untuk melaksanakan shalat, membayar zakat dan berpuasa –kemudian Ja'far menyebutkan beberapa perkara dalam Islam-, maka kami membenarkannya, beriman kepadanya dan mengikutinya atas apa yang ia bawa dari Allah l, maka kami hanya beribadah kepada Allah l dan tidak menyekutukan-Nya, kami mengharamkan apa yang diharamkan kepada kami dan menghalalkan apa yang dihalalkan kepada kami. Maka kemudian kaum kami memusuhi kami, kemudian menyiksa kami, memfitnah kami agar kami keluar dari dien kami yang menyembah Allah l kepada penyembahan kepada berhala, agar kami menghalalkan perbuatan buruk. Maka ketika menyiksa kami, mendzalimi kami dan menghalangi dari dien kami, kami keluar ke negerimu, kami memilihmu dari selain anda, kami senang berada di sisimu dan kami mengharap agar engkau tidak mendzalimi kami, wahai raja.” Maka kemudian An-Najasyi berkata kepadanya, “Apakah kamu membawa sesuatu yang datangnya dari Allah l?” Maka kemudian Ja’far membacakan awal surat (كهيعص) . Maka menangislah An-Najasyi hingga membasahi jenggotnya, juga para pendetanya hingga membasahi mushaf-mushaf mereka ketika mendengarkan apa yang dibacakan kepada mereka. An-Najasyi berkata, “Sungguh hal ini dan apa yang datang dari ‘Isa adalah berasal dari sumber yang satu. Pergilah kalian berdua, hai utusan Quraisy! Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua, dan mereka tidak bisa diganggu.”

Ketika kedua utusan Quraisy keluar dari hadapan An-Najasyi, ‘Amr bin Al-‘Ash berkata, “Demi Allah, besok pagi aku mengahadap An-Najasyi dan memojokkan mereka.” ‘Abdullah bin Abu Rabi’ah –orang yang paling kuat di antara orang-orang Quraisy- berkata, “Jangan kerjakan itu, karena mereka mempunyai kerabat kendati mereka berseberangan dengan kita.” ‘Amr bin Al-‘Ash berkata, “Demi Allah, aku akan jelaskan kepada An-Najasyi, bahwa sahabat-sahabat Muhammad meyakini Isa bin Maryam adalah hamba biasa.”

Keesokan harinya, ‘Amr bin Al-‘Ash menghadap An-Najasyi untuk kedua kalinya dan berkata kepadanya, “Wahai paduka raja, mereka mengakatakan sesuatu yang aneh tentang Isa bin Maryam. Oleh karena itu, kirim orang untuk menghadirkan mereka ke sini agar engkau bisa bertanya tentang tanggapan mereka terhadap Isa bin Maryam!” An-Najasyi mengirim seseorang untuk menanyakan tanggapan kaum Muslimin terhadap Isa bin Maryam.
Ummu Salamah s berkata, “Kami belum pernah menghadapi persoalan seperti ini sebelumnya. Di sisi lain, kaum Muslimin mengadakan pertemuan. Sebagian di antara mereka bertanya kepada sebagian yang lain, ‘Apa yang akan kalian katakan tentang Isa bin Maryam jika An-Najasyi bertanya kepada kalian?’ Sebagian yang lain menjawab, ‘Demi Allah, kita katakan seperti yang difirmankan Allah, dan dibawa Nabi kita. Itulah yang akan kita katakan’.”

Ketika kaum Muslimin masuk ke tempat An-Najasyi, An-Najasyi bertanya kepada mereka, “Apa yang kalian katakan tentang Isa bin Maryam?” Ja’far a menjawab, “Menurut kami, Isa bin Maryam ialah seperti yang dikatakan Nabi kami bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, Ruh-Nya dan Kalimat-Nya yang ditiupkan ke dalam rahim Maryam yang perawan.” An-Najasyi membungkuk ke tanah guna mengambil tongkat, kemudian berkata, “Demi Allah, apa yang dikatakan Isa bin Maryam tentang tongkat tidak berbeda dengan apa yang engkau katakan.”

Para Batrix yang di sekitar An-Najasyi pun mendengus ketika mendengar apa yang dikatakan An-Najasyi. An-Najasyi berkata, “Kendati kalian mendengus!” Kepada kaum Muslimin, An-Najasyi berkata, “Pergilah, kalian aman di negeriku. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi. Aku tidak suka memiliki gunung dari emas sedangkan aku menyakiti salah seorang dari kalian. Kembalikanlah hadiah-hadiah ini kepada dua orang utusan Quraisy itu, karena aku tidak membutuhkannya. Demi Allah, Allah tidak mengambil suap dariku ketika Dia mengembalikan kekuasaan kepadaku kemudian aku mengambil suap di dalamnya. Manusia juga tidak patuh kepadaku hingga kemudian aku harus taat di dalamnya.” Kemudian kedua utusan Quraisy keluar dari hadapan An-Najasyi dalam keadaan terpukul hatinya dan hadiah-hadiah yang dibawanya ditolak An-Najasyi. Sedangkan kaum Muslimin tetap tinggal di negeri An-Najasyi dengan nyaman dan tetangga yang baik.

D. Berhijrah Ke Madinah Al-Munawarah
Ketika Nabi n berhijrah dari Makkah Al-Mukarramah ke Madinah Al-Munawarah, juga diizinkannya kaum Muslimin untuk berhijrah ke sana, maka Rasulullah n memulai dengan saling mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Rasulullah n mempersaudarakan Ja’far a dengan Mu’adz bin Jabal a, dari Bani Salamah Al-Anshari sedangkan ketika itu Ja’far a masih berada di Habasyah.

Kebanyakan ahli sejarah tidak menyebutkan persaudaraan antara Ja’far a dengan Mu’adz bin Jabal a, karena Al-Mu`akhah (saling mempersaudarakan) ini terjadi setelah datangnya Rasulullah n ke Madinah, sebelum terjadinya perang Badar Al-Kubra. Kemudian turunlah ayat tentang masalah waris pada perang Badar, maka kemudian terputuslah Al-Mu`akhah ini sedangkan ketika itu Ja’far a masih berada di Habasyah.
Rasulullah n mengutus ‘Amru bin Umayyah Adh-Dhamri pergi kepada An-Najasyi untuk menyeru kepada Islam pada tahun 6 H. Beliau menulis surat kepada An-Najasyi, maka kemudian An-Najasyi a masuk Islam. Rasulullah n juga memerintahkan An-Najasyi untuk menikahkan beliau dengan Ummu Habibah binti Abu Sufyan bin Harb s kemudian memulangkannya beserta kaum Muslimin.

An-Najasyi a telah beriman kepada Nabi n dan mengikutinya. Ia masuk Islam dihadapan Ja'far bin Abi Thalib a. Kemudian ia mengutus anaknya pada tahun ke-enam dari awal hijrah ke Habasyah, tetapi anaknya tenggelam di tengah laut . An-Najasyi a juga mengirim sebuah baju kebesaran untuk Rasulullah n. Ia mengirim surat kepada nahkoda kapalnya dengan mengatakan, "Lihatlah apa yang dibutuhkan oleh mereka (orang-orang yang hijrah) ketika di dalam kapal." Maka mereka mengatakan, "Mereka membutuhkan dua buah kapal." Maka kemudian An-Najasyi a menyiapkan untuk mereka.

Nampaknya Nabi n mengutus 'Amru bin Umayyah kepada An-Najasyi pada akhir tahun ke-6 Hijriyah dan kembali pada awal tahun ke-7 Hijriyah. Karena kaum Muhajirin yang hijrah ke Habasyah, yang dipimpin oleh Ja'far, kembali dari negeri Habasyah ke Madinah Al-Munawarah setelah terjadinya perang Khaibar yang terjadi pada bulan Muharram tahun ke-7 Hijriyah.

Ketika itu Ja'far bin Abi Thalib datang bersama rombongannya bersamaan dengan kemenangan kaum Muslimin dalam perang Khaibar. Ketika melihat Ja'far, maka Rasulullah n langsung memeluknya dan mencium keningnya , kemudian bersabda, "Demi Allah, aku tidak tahu yang manakah yang lebih membuatu gembira, antara kedatangan Ja'far atau karena kemenangan Khaibar."
Ja'far a telah berhijrah di negeri Habasyah dari tahun ke-8 sebelum hijrah ke Madinah (tahun ke-5 Kenabian) hingga awal tahun ke-7 Hijriyah.

E. Perang Mu’tah
Setelah tentara Muslimin berhasil menundukkan kekuatan kaum Yahudi di Khaibar, dan setelah keamanan dan stabilitas berhasil ditegakkan di Hijaz, maka Rasulullah n berpikir untuk memusatkan dakwahnya kepada penduduk di kawasan-kawasan perbatasan dengan Syam. Untuk itu Rasulullah n mengutus salah seorang sahabat, bernama Al-Harits bin Umair Al-Azdi –salah seorang dari Bani Lahab-, dengan membawa sepucuk surat untuk diserahkan kepada pemimpin Bushra , untuk menyeru ke dalam agama Islam. Ketika telah sampai Mu'tah ia bertemu dengan Syurhabil bin 'Amru Al-Ghassani kemudian ia dibunuh olehnya. Tidak ada seorang pun utusan Rasul n yang dibunuh selainnya. Maka Rasulullah n marah dengan terjadinya hal itu. Maka Nabi n mengutus Sariyah Mu'tah pada bulan Jumadil Ula tahun ke-8 Hijriyah (629 M). Mereka berjumlah 3000 pasukan. Rasulullah n bersabda, "Panglima perang adalah Zaid bin Haritsah a, jika telah terbunuh maka digantikan oleh Ja'far bin Abi Thalib a, jika terbunuh maka digantikan oleh 'Abullah bin Rawahah a, jika terbunuh maka hendaklah kaum Muslimin memilih salah seorang yang mereka ridhai untuk menjadi pemimpin mereka."
Rasulullah n memberikan bendera yang berwarna putih kepada Zaid bin Haritsah a, kemudian beliau mewasiatkan kepada mereka untu menuju ke tempat terbunuhnya Al-Harits bin 'Umair untuk menyeru kepada penduduk yang ada di sana untuk masuk Islam, jika mereka menjawabnya biarkanlah, tetapi jika tidak maka mintalah pertolongan kepada Allah l kemudian perangilah mereka. Rasulullah n mengantar mereka hingga sampai ke Tsaniyatul Wada' kemudian berhenti dan melepas mereka serta mengucapkan salam kepada mereka.

Ibnu Ishaq berkata, "Pasukan kaum muslimin berjalan dan singgah di Ma’an, daerah di Syam. Di sana, mereka mendapat kabar bahwa Hiraklius tiba di Ma’ab, daerah di Al-Balqa’, dengan membawa seratus ribu tentara Romawi dan seratus ribu tentara gabungan dari Lakhm, Judzam, Al-Yaqin, Bahra’, dan Baly dipimpin salah seorang dari Baly kemudian dari Irasyah bernama Malik bin Zafilah. Ketika kaum muslimin mendengar informasi tersebut, mereka menetap di Ma’an dua malam untuk berpikir. Sebagian dari mereka berkata, ‘Kita kirim surat kepada Rasulullah n dan kita jelaskan jumlah musuh, agar beliau mengirim bantuan personel atau menyuruh kita pulang’. Abdullah bin Rawahah a memberi motivasi kepada mereka dengan berkata, ‘Hai kaum muslimin, demi Allah, sesuatu yang kalian takuti pada hakikatnya adalah sesuatu yang kalian minta selama ini, yaitu mati syahid. Kita tidak memerangi musuh dengan jumlah besar pasukan atau kekuatan, namun kita memerangi mereka dengan agama Islam dimana Allah memuliakan kita dengannya. Berangkatlah kalian, niscaya kalian mendapatkan salah satu dari dua kebaikan; kemenangan atau mati syahid’. Kaum muslimin berkata, ‘Sungguh Abdullah bin Rawahah berkata benar’. Mereka pun berangkat."

"Kaum muslimin terus berjalan. Ketika tiba di perbatasan Al-Balqa’ tepatnya di desa Masyarif, mereka bertemu pasukan Romawi dan pasukan gabungan orang-orang Arab. Kedua belah pihak saling mendekat, namun kaum muslimin pindah ke desa Mu’tah. Di sanalah, kedua belah pihak bertemu. Kaum muslimin bersiap-siap untuk menghadapi musuh dengan menunjuk salah seorang dari Bani Udzrah bernama Quthbah bin Qatadah sebagai komandan pasukan sayap kanan dan salah seorang dari kaum Anshar bernama Abayah bin Malik a. (Ibnu Hisyam berkata, "Ada yang mengatakan 'Ubadah bin Malik.")

Kedua belah pihak bertemu kemudian saling serang. Zaid bin Haritsah a bertempur dengan memegang bendera perang Rasulullah n hingga gugur karena terkena tombak musuh kemudian bendera perang diambil alih Ja’far bin Abu Thalib a. Ketika perang memuncak, Ja’far bin Abu Thalib a turun dari kudanya dan menyembelihnya. Setelah itu, ia menyerang musuh hingga gugur.

Alangkah indahnya Surga dan betapa dekatnya
Segar dan dingin air minumnya
Tentara Romawi telah dekat kehancurannya
Jika bertemu dengannya, niscaya aku hancuran mereka

Syair-syair itulah yang disenandungkan Ja'far a ketika ia bertempur dan berjuang di medan Mu'tah sehingga terbunuh dalam peperangan Mu'tah.
Ibnu Hisyam berkata, "Diceritakan kepadaku oleh seseorang yang sangat terpercaya dan termasuk ahli ilmu bahwa Ja'far bin Abi Thalib membawa bendera perang dengan tangan kanannya, kemudian mendapat sabetan pedang hingga putus, lalu dia membawa bendera itu dengan tangan kirinya, tangan kirinya juga terkena tebasan pedang hingga putus. Kemudian bendera itu ia dekap dengan kedua lengan atasnya sehingga beliau terbunuh."
Ketika itu beliau berumur 33 tahun (ada yang mengatakan 42 tahun ketika beliau wafat). Allah mengganti kedua tangannya dengan dua buah sayap, beliau terbang di dalam surga ke mana saja beliau mau.

Ada seorang perawi yang bertutur, "Seorang lelaki bangsa Romawi menebaskan pedang ke arah Ja'far sehingga tangannya terputus setengah."
Ibnu Umar berkata, "Pada hari pertempuran di Mut'ah itu ia dekap tubuh Ja'far dan aku temukan lebih dari 40 luka karena tusukan panah dan sabetan pedang mengenai bagian depan tubuhnya."

Juga didapatkan luka di antara kedua pundaknya 90 luka karena tusukan panah dan sabetan pedang, dan dalam riwayat yang lain disebutkan ada 72 luka.
Ibnu Ishaq berkata, diriwayatkan dari Asma` binti 'Umais s berkata, "Ketika Ja'far bin Abi Thalib a dan sahabat-sahabatnya gugur, Rasulullah n mengunjungik. Ketika itu aku telah menyamak sebanyak empat puluh kulit, membuat adonan roti, memandikan ana-anakku, meminyaki rambut dan membersihkan mereka. Rasulullah n bersabda, "Bawa kemari anak-anak Ja'far." Aku bawa anak-anakku ke hadapan beliau, kemudian beliau mencium mereka satu persatu dengan air mata berlinang. Aku berkata, "Wahai Rasulullah n, ayah ibuu menjadi tebusanmu, mengapa engkau menangis? Apakah engkau menerima informasi tentang Ja'far dan sahabat-sahabatnya?" Rasulullah n bersabda, "Mereka gugur pada hari ini." Aku berdiri dan berteriak hingga wanita-wanita berkumpul di sekitarku. Kemudian Rasulullah n keluar dari rumahku dan bersabda, "Janganlah kalian lupa memasak untuk keluarga Ja'far, sebab mereka sedih karena keatian Ja'far."

Rasulullah n bersabda, "Mintakanlah ampun untuk saudara kalian Ja'far, karena ia syahid, ia telah masuk surga, dan dia terbang dengan dua sayap dari yaqut kemanapun ia mau."
Rasulullah n juga bersabda: "Aku lihat Ja'far bin Abi Thalib terbang di dalam surga seperti malaikat, terbang di dalamnya dengan sayap lebar yang berlumur darah."

F. Ja’far dalam Sejarah
Disebutkan di dalam sejarah bahwa, Ja’far termasuk dari golongan yang pertama kali masuk Islam, yaitu masuk Islam sebelum Rasulullah n memasuki rumah Al-Arqam bin Abil Arqam.
Dia adalah orang yang berhijrah dua kali: Hijrah ke Habasyah dari Makkah dalam hijrahnya yang pertama, dan ke Madinah dari Habasyah.
Dia termasuk orang-orang yang pertama kali berhijrah ke Habasyah, dan termasuk orang-orang yang terakhir pulang dari Habasyah ke Madinah.
Dia adalah pemimpin orang-orang yang berhijrah ke Habasyah, sejak awal hijrahnya ke Habasyah dari Makkah, hingga kembalinya mereka dari Habasyah ke Madinah.
Dia adalah orang yang pertama kali diutus dalam Islam, yaitu yang pertama kali diutus untuk menyampaikan sebuah surat dari surat-surat Nabi n kepada raja-raja dan para penguasa.

Disebutkan bahwa An-Najasyi raja Habasyah masuk Islam di hadapan Ja’far, juga beberapa orang dari Ahbasy.
Dia adalah orang yang membela Islam dengan lisannya di hadapan An-Najasyi, sehingga An-Najasyi membela kaum Muslimin atas musuh-musuh mereka kaum Musyrikin.
Dia adalah orang yang paling menyerupai Nabi n baik secara fisik maupun akhlaknya dan termasuk orang-orang yang paling beliau cintai dan yang paling dekat di hati beliau.

Dia adalah seorang dermawan dari para dermawan Arab yang terkenal, dia adalah orang yang paling baik kepada para fakir miskin.
Dia adalah salah seorang panglima Nabi n, yang memimpin perang Mu’tah. Dia berjuang dengan gigih hingga menemui kesyahidannya dalam peperangan ini tanpa menjatuhkan bendera perang Nabi n yang ia bawa dengan giginya setelah kedua tangannya putus.
Semoga Allah l meridhoimu wahai utusan Nabi n, sahabat yang mulia, panglima yang syahid di medan perang, sang pemilik sayap Ja’far bin Abi Thalib Al-Hasyimi Al-Qurasyi.

(Diintisarikan dari Majalah "Al-Buhuts Al-Islamiyah", yang ditulis oleh Mahmut Sayyit Khaththab, jilid 27, hal. 191-211, dengan sedikit penambahan dan pengurangan tanpa merubah isi kandungan)

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 comments: on "Ja'far Bin Abi Thalib"

Post a Comment